Ketika Ahmadinejad mengatakan bahwa Holocaust hanya merupakan sebuah mitos, bangsa barat bereaksi sangat keras bahkan PM Inggris Tony Blair langsung berkomentar bahwa Holocaust hanya bisa dimengerti bila melihat secara langgsung sisa-sisa dari ghetto-ghetto (kamp konsentrasi) yang tersebar di Eropa.
Holocaust sudah dijadikan semacan hal yang sangat sakral bahkan ketika orang menyangsikan kebenarannya akan langsung di hukum seperti yang terjadi pada Manfred Rouder, Fred Louchter, dan Bruno Gelinsh. Bahkan Frederick Toben harus di penjara karena ia meneliti mengenai Auschwitz. Yahudi seolah-olah ingin menghalang-halangi pengunkapan fakta mengenai tragedi yang menimpa kaumnya. Lalu apa yang sebenarnya menimpa kaum Yahudi pada Perang Dunia II? Sejauh ini, ada 3 versi mengenai Holocaust, yakni, Holocaust tersebut definitif terjadi, lalu Holocaust yang sebenarnya tidak sedasyat yang diberitakan oleh orang-orang Yahudi dengan kata lain Yahudi menggembar-gemborkan apa yang terjadi pada bangsa mereka puluhan tahun silam, kemudian yang terakhir bahwa Holocaust merupakan kejadian yang fiktif yang tidak pernah terjadi.
Holocaust definitif terjadi
Dari ringkasan penuturan Joel Brand dalam buku Advocate for The Dead karya Alex Weisberg, Brand menceritakan bagaimana ia melakukan jual-beli jiwa Yahudi,
“Nah, saya bersedia menjual kepada Tuan satu juta orang Yahudi. Tidak seluruh orang Yahudi—sebab untuk itu Tuan tidak akan mampu mengumpulkan cukup uang. Tapi untuk satu juta Tuan masih sanggup. Darah dibayar uang. Uang kontan untuk darah.”
Orang yang mengeluarkan kata-kata tersebut adalah wakil Himmler untuk melikuidasi kaum Yahudi di Eropa. Ia bicara sebagai wakil dari pemerintahnya, dan dia bicara selagi asap masih mengepul dari cerobong-cerobong kamar gas dan krematorium Auschwitz dan Treblinka, tempat orang Yahudi dimatikan dengan gas atau dibakar hidup-hidup.” (kutipan penuturan Joel Brand: Advocate for The Dead )
Buku tersebut ingin membuktikan bahwa pembunuhan secara sistematis oleh Nazi memang benar-benar terjadi, bahkan nyawa Yahudi dengan mudah dapat diperjual belikan “Darah dibayar uang. Uang kontan untuk darah” jika dilihat dari perkembangan perang antara Jerman dengan Sekutu tahun 1944 merupakan detik-detik terakhir kekalahan Jerman, dimana Jerman telah bertempur habis-habisan dan membutuhkan banyak biaya untuk keperluan perang terlebih pusat-pusat industri berat Jerman mengalami pemboman yang hebat. Seperti yang dikatakan acc Jerman Adolf Galland, mulai tahun 1941 Jerman mengalami pemboman, puncaknya berada pada tahun 1943 yakni Jerman di bom selama 24 jam non-stop. Galland sendiri menamakan hal ini Twenty four hour attacks, round the clock bombing. Maka Jerman membutuhkan dana segar untuk keperluan pertempuran di Front Timur dan barat. Jadi mungkin saja jual-beli ini benar-benar terjadi.
Lalu 50 tahun kemudian setelah Holocaust berlalu, World Jewish Congress (Kongres Yahudi se-dunia) meminta ganti rugi kepada Swiss atas klaim mengenai tindakan Swiss yang bekerja sama dengan Nazi dalam hal pembelian emas Yahudi serta penolakan terhadap para pengungsi Yahudi pada Perang Dunia II. Swiss kemudian membentuk komite khusus yang dipimpin oleh Paul Volcker untuk menyelidiki kasus ini. Walaupun pada akhirnya Swiss menanggung ganti rugi sebesar 1,25 milyar dollar sebelum komite Volcker menyelesaikan tugas-tugasnya. Yang perlu diperhatikan adalah temuan dari komite ini ialah,
Swiss dan AS menerima masing-masing sekitar 20.000 Yahudi pada era-Holocaust.
Selain Swiss, AS juga merupakan tempat penyimpanan aset orang-orang Yahudi di Eropa pada era-Holocaust.
Dari melihat pengakuan Joel Brand serta temuan komite Volcker bisa dikatakan memang pembantaian skala luas memang definitif terjadi pada perang Dunia II. Holocaust tidak sedasyat pemberitaan dari yahudi
Banyak ahli yang menyangsikan mengenai apa yang terjadi di balik Holocaust. Kesangsian tersebut dikarenakan angka korban yang terkesan terlalu berlebihan, yaitu korban Yahudi yang dibunuh sebanyak 6 juta jiwa. Pembunuhan 6 juta jiwa merupakan hal yang sangat sulit walaupun dikatakan Jerman melakukan pembantaian secara sistematik yang dikenal dengan Nazi Final Solution, tetap saja hal tersebut sulit untuk dilakukan.
Dalam buku Diary of Anne Frank yang mengidentifikasikan bahwa ukuran dari Ghetto yang paling terkenal buruknya, Auschwitz, sangatlah kecil, dengan hanya dihuni oleh 11.000 orang bahkan kebanyakan bukan orang Yahudi (Gipsi, dan orang cacat). Kemudian jika jutaan orang Yahudi dihabisi secara sistematik, 11.000 orang merupakan jumlah yang kecil. Jadi Jerman harus memiliki ratusan kamp agar bisa menghabisi 137 orang per jam supaya 6 juta orang Yahudi dapat dihabisi dalam kamp-kamp seperti Auschwitz, kenyataannya Jerman hanya memiliki setengah lusin kamp di seluruh Eropa.
Kemudian pada 13 Juli 1994, dokomen tentang kehidupan Charles A. Lindbergh menyatakan bahwa ketika Lindbergh mengunjungi salah satu dari sedikit kamp itu di Jerman selama PD II, dikatakan padanya bahwa 25.000 orang mati dalam 1,5 tahun. Sederhananya 25.000 di kali setengah lusin kamp tidak sama dengan 6 juta bahkan tidak sama dengan 600.000.
Enam juta bukanlah angka yang sedikit. Di waktu perang tentu Nazi sangat memerlukan gas, lalu mengapa mereka harus membuang sedemikian banyak gas untuk membunuh Yahudi? Lagi pula belum tentu jumlah orang yahudi di Eropa waktu itu sebesar 6 juta orang. Sekarang saja jumlah mereka di seluruh dunia sekitar 20 juta jiwa (Smith Alhadar, 2000).
Jelas tidak ada yang tahu persis berapa banyak orang yang terbunuh dalam suatu perang, tapi gagasan yang bahwa 6 juta Yahudi di bunuh oleh Nazi secara sistematik tidak di dukung oleh data yang ada ataupun akal sehat (Smith Alhadar, 2000).
Holocaust hanya sebuah cerita fiktif
Pada tanggal 19 Desember, Mehr News Agency melakukan wawancara dengan Dr. Fredrick Toben untuk menanyakan mengapa negara-negara Barat begitu marah ketika Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad yang mengatakan bahwa Holocaust hanya mitos.
“Holocaust adalah sebuah kebohongan karena tak satupun dari tiga pilar utama yang bisa mendukung keyakinan itu secara faktual benar atau terbukti. Pertama, soal Jerman-Hitler yang secara sistematis memusnahkan Yahudi Eropa. Tidak ada bukti yang kuat untuk klaim ini, yang ada adalah perpindahan orang-orang Yahudi. Bersama-sama dengan Yahudi Zionis, Yahudi Jerman tiba di Palestina dengan harta benda mereka. Yahudi lainnya pindah ke luar wilayah Jerman dan Auschwitz adalah sebuah kamp tempat transit. Kedua, soal pembunuhan besar-besaran yang dilakukan di kamar-kamar eksekusi dengan menggunakan gas kimia. Secara teknis, hal itu tidak mungkin terjadi karena bisa anda coba berapa lama waktu yang dibutuhkan, misalnya untuk membunuh satu juta orang --jumlah yang sama dengan penduduk Adelaide—tanpa seorangpun yang menemukan tentang hal itu. (Dalam hal ini ia membandingkan kebohongan Bush tentang invasi ke Irak) Dunia dengan cepat tahu bahwa Presiden Bush berbohong tentang senjata pemusnah massal di Irak-kebohongan itu bahkan tidak berakhir dalam satu tahun. Ketiga, katanya ada 6 juta Yahudi yang dibunuh-angka ini cuma dongengan-dan meskipun pada satu waktu jumlah Yahudi yang dibunuh di Auschwitz diklaim sebanyak 4 juta orang, kemudian turun menjadi 1-1,5 juta dan sekarang malah disebut sekitar 500 ribu orang, tapi angka 6 juta masih tetap diyakini. Mengapa?”
Toben sendiri pernah dipenjara di Mannheim karena ia melakukan riset mengenai Holocaust. Yang perlu di perhatikan adalah temuannya ketika ia mengunjungi kamp Auschwitz. Pada saat ia mengunjungi Auschwitz dan liang-liang yang ada di bawah kamar-kamar yang diduga digunakan sebagai kamar gas. Di sana, ia tidak menemukan empat lubang di atap yang disebut-sebut untuk mengalirkan gas ke dalam ruangan. Seperti yang selama ini banyak diceritakan Yahudi yang selamat dari Auschwitz.
Kemudian kritikan lainnya datang dari Gemar Rudolf yang menulis laporan dalam The Rudolf Report. Isinya menyangkal klaim bahwa pembunuhan dengan gas itu terjadi di Auschwitz. Beberapa orang lainnya juga sudah menerbitkan laporan serupa. Fritjof Meyer dari kelompok sayap kiri di Jerman menyatakan bahwa Auschwitz itu sendiri bukan sebuah kamp pembunuhan atau peng-gas-an, tapi pembunuhan dengan menggunakan gas beracun itu terjadi di dua rumah di tanah pertanian di luar kamp Auschwitz-Birkenau.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Pertanyaan itu yang pasti ada di pikiran kita semua, jika dirangkum dari ketiga pendapat tadi bisa di tarik suatu benang merah yang menghubungkan ketiganya. Yakni pembunuhan skala besar yang sistematis sebenarnya tidak pernah terjadi yang ada hanyalah kerja paksa yang di lakukan Nazi terhadap Yahudi.
Melihat temuan Volcker mengenai perpindahan secara besar-besaran menunjukkan bahwa pada PD II memang “ada hal” yang menimpa Yahudi di Eropa. Kemudian ketika tidak diketemukannya lubang-lubang untuk memasukkan gas di Auschwitz mengacu bahwa tidak ada pembunuhan dengan menggunakan gas. lalu untuk apa didirikan kamp konsentrasi? Kemungkinan besar adalah untuk melakukan kerja paksa.
Hal ini dikuatkan lagi oleh pendapat Smith Alhadar yang mengemukakan bahwa Jerman hanya membuang percuma sedemikian banyak gas jika hanya untuk membunuh Yahudi. Bukankah lebih baik gas-gas tersebut digunakan pada medan perang?.
Mungkin semua pendapat ini hanya merupakan analisis belaka dan masih memerlukan jalan panjang untuk mencapai kebenaran. Pastinya selama Holocaust masih di jadikan alat politik pencapaian kebenaran tersebut masih akan menemui rintangan. Semoga saja suatu saat nanti apa yang terjadi di balik tabir Holocaust dapat terungkap.
Sumber : www.untukbangsaku.multiply.com
No comments:
Post a Comment