Julukan Metropolis yang disandang Jakarta ternyata tidak otomatis membuat warga di dalamnya berpikir modern dan rasional. Masih banyak hal-hal berbau mistis yang dipercayai. Akibatnya, lokasi yang dianggap berhantu pun makin banyak bermunculan.
Salah satu buktinya, informasi dimana saja tempat seram ini bisa ditemui makin beredar luas di internet dan film-film produksi dalam negeri. Coba saja ketika kata 'lokasi seram Jakarta' pada situs pencari macam Google, secepat kilat akan tampil puluhan situs, milis, ataupun sumber informasi lainnya mengenai keberadaan lokasi ini.
Menurut Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Ahmad Mubarok, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum bisa memilah-milah antara mana cerita yang benar dan mana yang palsu. Jika sebuah cerita mengandung unsur magis, kemungkinan besar masyarakat akan langsung mempercayainya. "Padahal, bentuk-bentuk setan dan hantu seperti yang ada di film-film itu merupakan ciptaan manusia juga, tidak ada dalam kenyataan. Tapi seperti itulah perilaku masyarakat kita," terang Mubarok.
Lalu dari puluhan tempat seram yang ada, mana yang paling dianggap menakutkan. Dari sekian banyak orang yang ditanya, mayoritas menunjuk pemakaman Jerukpurut yang terletak di kawasan Pasarminggu, Jakarta Selatan, sebagai tempat terseram. Bagi mereka yang suka jenis petualangan seram dan ingin memacu adrenalin, pemakaman Jerukpurut bisa jadi tempat menantang untuk dijelajahi.
Kabarnya, tempat ini dikatakan angker karena ada 'penampakan' seorang pastur yang menenteng-nenteng kepalanya sendiri, plus selalu diiringi oleh anjing yang berwarna hitam. Pastur ini merupakan orang Belanda yang tewas terbunuh pada zaman penjajahan Belanda. Dengan mitos tersebut, kru dari Rakyat Merdeka mencoba untuk berpetualang di malam hari di pemakaman Jerukpurut, demi untuk membuktikan kebenaran cerita seram yang berkembang.
Begitu memasuki pintu gerbang, semilir angin berhembus terasa menerkam tubuh. Situasi gelap karena sedikitnya cahaya, membuat bulu kuduk berdiri. Tak tampak ada sesuatu yang menyeramkan memang, hanya ada ratusan nisan yang sudah tampak tua, ditambah lagi dengan rindangnya pohon Kamboja yang tumbuh subur di atas pusara.
Nah, begitu memasuki areal pemakaman, baru nuansa seram itu terasa. Plus ditambah terdengar kicauan burung. Entah burung apa, yang pasti kicau burung tersebut menimbulkan berbagai macam perasaan, dari mulai rasa takut hingga penasaran yang tentunya membuat jantung berdetak semakin kencang. Setelah berkeliling, muncul keanehan. Yakni semua makam yang ada disana adalah pemakaman untuk umat Islam, bukan Kristen.
Setelah semalaman menjelajah, untungnya tidak ditemukan satupun penampakan. Yang didapat adalah sebuah pengalaman unik melakukan penelusuran makam pada malam hari. Namun setidaknya penjelajahan tersebut bisa mengobati rasa penasaran.
Namun, sekali lagi muncul tanda tanya, mengapa bisa muncul mitos hantu pastur di areal pemakaman Islam? Konon kabarnya, kemunculan hantu pastur tersebut berawal pada tahun 1986 lalu. Saat itu seorang penjaga makam TPU Jerukpurut yang sedang jaga malam melihat sesosok pastur tak berkepala melintas di antara makam.
Pastur itu menenteng kepalanya sendiri dan dibelakangnya ikut seekor anjing hitam. Konon, pastur ini "salah pulang". Ia mencari-cari makamnya yang sebenarnya berada di unit Kristen TPU Tanah Kusir, sedangkan di TPU Jerukpurut hanya ada unit Islam!
Sapri Saputra, penjaga makam yang melihat pastur kepala buntung itu, hingga kini masih menjaga makam dan dianggap kuncen atau orang yang dituakan fi TPU Jerukpurut> Kesaksian bapak Sapri ini kemudian menyebar luas se-Jakarta dan hingga kini "Sang Pastur Berkepala Buntung" menjadi legenda horor di Jerukpurut!
Tak hanya Sapri, Asmari (34), juniornya bapak Sapri, telah terbiasa tinggal di area pemakaman Jerukpurut. Menurut Asmari, pengalaman bertemu dengan makhluk-makhluk gaib merupakan hal yang biasa baginya, mulai dari pocong, tuyul, kuntilanak (laki dan perempuan), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga saat ini dia belum pernah bertemu dengan sang Pastur Kepala Buntung.
Sumber : Harian "Rakyat Merdeka" edisi 28 Desember 2008
>
No comments:
Post a Comment