Oleh : Zaenuddin HM (harian "Nonstop" edisi 18 Februari 2009)
Jangan main-main dengan angka! Sungguh besar pengaruhnya. Tak cuma dalam matematika, ilmu pasti, ataupun ekonomi. Dalam konteks pemilu, angka pun berbicara. Gara-gara angka bisa menimbulkan perkara!
Buktinya : tatkala Ahmad Mubarok, pimpinan Partai Demokrat, menyebut angka 2,5% kemungkinan perolehan suara Partai Golkar di Pemilu 2009, gegerlah seantero negeri! Jusuf Kalla tersinggung. SBY meminta maaf. Duet keduanya pun terancam retak!
Demi angka, sejumlah caleg pun berani membayar ratusan juta rupiah untuk mendapatkan angka jitu alias nomor urut 1. Padahal akhirnya, nomor urut menjadi tidak penting lantaran KPU memakai sistem suara terbanyak. Bisa saja malah caleg agka 3, 5, atau 7 yang dicontreng!
Angka 2 pun kini menjadi problema dalam bursa capres. Hampir tak ada kandidat semisal Prabowo, Wiranto, Sri Sultan, Sutiyoso, yang bersedia memilih angka 2 alias menjadi wapres. Semuanya ngotot dan merasa dirinya lebih pantas mendapat angka 1 alias calon presiden (RI-1)!
Akibatnya, Megawati, yang memang layak jadi capres semata karena partainya partai besar, kesulitan memilih angka 2 alias calon pendampingnya. Rakernas PDIP hanya mengusulkan sejumlah nama. SBY, sang incumbent, juga menghadapi problem yang sama. Rapimnas Demokrat belum berani menentukan siapa orang nomor 2 : JK ataukah calon lain.
Sementara, faksi-faksi di tubuh Partai Golkar menginginkan JK memilih angka 1 alias menjadi RI-1 saja. "Masak ketua partai sebesar Golkar cuma mau menjadi orang nomor 2. Kok mau sih jadi wakil partai yang baru didirikan," kata suara-suara tanpa menyebut nama!
Masalah angka juga sempat bikin kisruh bursa capres ini. Terutama menyangkut hasil polling yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei. Para capres yang ingin dapat angka 1 alias berada di peringkat teratas, konon bisa memesan ke lembaga survei! Mereka bisa memunculkan hasil yang diinginkan.
Akibatnya, pernah ada dua survei dalam waktu yang sama tapi hasilnya berbeda! Survei yang satu menempatkan Capres X di peringkat 1, survei yang lainnya justru menempatkan Capres X itu di peringkat 2. Nah, angka 1 dan 2 inilah yang memancing polemik akan seberapa akurat dan independenkah jajak pendapat.
Lantas, seberapa pentingkah meributkan angka-angka hanya demi ambisi politik seseorang ataupun parpol? Toh persoalan masyarakat/rakyat akibat ulah para aktivis parpol sendiri, justru terjadi di depan mata!
Lihatlah : banyak sekali spanduk parpol dan caleg malang-melintang merusak serta mengotori lingkungan. Bahkan ada balihonya yang roboh dan nyaris menimpa pengguna jalan! Bagaimana bisa memimpin negeri, kalau mengatur atribut diri sendiri saja tidak becus!
Ada pula caleg yang kena razia sedang "kunjungan kerja" ke panti pijat dan lokalisasi pelacuran. Bahkan ada caleg yang ditangkap polisi karena menipu serta mencuri sepeda motor! Belum terpilih saja sudah jadi maling, bagaimana kalau sudah terpilih?
No comments:
Post a Comment